Thursday, December 14, 2006

Suatu hari di sebuah kota yang ramai, terdapatlah sebuah toko roti yang di kelola oleh seorang yang dikenal kikir oleh tetangganya kita panggil saja orang itu dengan Pak Kikir. Di toko tersebut menyediakan segala macam bentuk roti dari yang termurah hingga yang mahal Namu karena Kikir dan serakah terkadang dia dengan sengaja mencampur dagangannya dengan roti yang sudah basi dan berjamur.

Dan di suatu malam yang sepi, dengan mengendap-endap datang seorang bapak tua dengan pakaian compang camping memasuki toko tersebut dari belakang, bapak tua itu sebut saja namanya Pak Miskin bermaksud untuk mencuri roti untuk anak-2 nya di rumah yang tengah kelaparan. Dia paham betul dengan karakter Pak Kikir yang suka menjual rotinya bercampur dengan roti yang sudah basi bahkan berjamur. Maka dari itu Pak Miskin berfikir supaya tidak merugikan Pak Kikir dia mengambil sebungkus roti yang sudah berjamur. Namun sial bagi dia, Pak Kikir tiba-tiba memergoki tindakan Pak Miskin yang tengah mengambil roti itu. Segera saja diringkus nya Pak Miskin, Pak Miskin yang menyadari dirinya tertangkap basah hanya bisa pasrah dan memohon agar tidak di laporkan ke polisi.

Dengan geram Pak Kikir segera mambawa Pak Miskin ke Polisi untuk di adili. Singkat cerita pengadilan pun di gelar dengan menghadirkan Pak Kikir sebagai korban dan Pak Miskin sebagai pelaku pencurian. Masyarakat datang berduyun-duyun ingin mengetahui jalannya pengadilan yang penasaran karena mereka menganggap Pak Kikir sudah keterlaluan hanya karena sepotong roti basi dia tega membawa Pak Miskin ke Pengadilan.

Di dalam pengadilan, mula-mula Sang Hakim yang terkenal adil itu menyanyakan pertanyaan kepada Pak Kikir
“Apa yang sudah dilakukan si Pelaku terhadap anda dan apa tuntutan anda terhadap si pelaku ?” Tanya hakim.
“Orang ini sudah mencuri roti dagangan saya Pak Hakim, dan saya minta dia untuk dihukum juga mengganti roti yang telah dia curi.” jawab Pak Kikir degan nada tinggi, namun disambut dengan cemooh oleh masyarakat yang menonton sidang tersebut.

“ huuuuuuuuuuu……!!!” teriak masyarakat.

“semua hadirin harap tenang … !” teriak Pak Hakim sambil mengetuk-ketukan palu nya untuk menenangkan masyarakat yang menonton sidang tersebut. Pak Kikir dengan muka bersungut-sungut tetap melihat geram kepada Pak Miskin.
Setalah semua tenang, Hakim bertanya kepada Pak Miskin.
“Bagaimana Pak Miskin, bagaimana pembelaan anda kali ini ?” tanya Hakim.
“Saya mengaku salah Pak Hakim, saya melakukan ini karena terpaksa Pak, di rumah istri dan anak saya kelaparan dan saya tidak bisa membelikan makanan untuk mereka, oleh karena itu saya mencuri dari toko Pak Kikir, tapi karena saya tidak mau merugikan Pak Kikir, saya mengambil roti yang sudah basi dan berjamur”. Jawab Pak Miskin pasrah.

“Nah dia sudah mengaku salah Pak Hakim, sudahlah beri hukuman yang berat untuk pencuri ini.!!” Sahut Pak Kikir sedikit geram. Masyarakat yang melihat tindakan pak Kikir kembali ramai mencemooh dia hingga pak Hakim harus mengetukkan kembali palu untuk menenangkan mereka.

“Sudah..sudah.. semua harap tenang dan tidak mengganggu jalannya sidang ini.” Teriak pak Hakim.

“Baiklah, saya akan bertanya kembali kepada Pak Kikir, berapa harga roti yang di curi Pak Miskin itu ?” tanya pak Hakim kepada pak Kikir.

“Seratus ribu rupiah !” sahut Pak Kikir dengan lantang. Kembali masyarakat ramai mencemooh “Mahal sekali !! itukan harga tertinggi dari roti yang di jual disana, mana mungkin roti basi itu seharga seratus ribu rupiah !!” teriak salah seorang massa yang menonton.

“Sudah-sudah, para hadirin harap tenang !” kembali Pak Hakim mengetukkan palu nya untuk kesekian kalinya.

“Baiklah, kasus ini sudah jelas Pelaku sudah mengakui perbuatannya, dan Korban sudah mengajukan penjelasannya, maka dengan ini saya menjatuhkan hukuman untuk Pak Miskin dengan denda untuk mengganti roti yang dia curi sebesar Seratus Ribu Rupiah.” Pak Hakim lalu mengetuk palunya tiga kali.

Kontan saja mendengar keputusan itu masyarakat ramai seolah tidak percaya karena mereka menilai selama ini Pak Hakim adalah orang paling adil yang selalu memberikan keputusan yang adil dalam setiap kasusnya.

“Tenang..tenang....” kembali pak Hakim menenangkan massa yang ramai. Pak Kikir terlihat tersenyum-senyum atas kemenangan dia.

“Bagaimana Pak Miskin apakah anda menerima keputusan ini ?” tanya pak Hakim kepada Pak Miskin.

“Bagaimana mungkin saya bisa membayar denda tersebut pak Hakim, andai saya memiliki uang tersebut tentunya sudah saya pakai untuk membeli makanan untuk anak dan istri saya.” Ujar pak Miskin sambil berkaca-kaca.

“Saya mengerti, bagaimanapun hukum tetaplah hukum. Dan karena anda tidak sanggup untuk membayar denda tersebut maka saya bantu membayar denda tersebut, ini uang lima puluh ribu rupiah sumbangan dari saya, saya harap bapak mau menerimanya.” Sahut Pak Hakim sambil mengeluarkan uang lima puluh ribu rupiah dari dompetnya.

“Barang siapa yang ingin membantu Pak Miskin, kepada hadirin silahkan kedepan dan kumpulkan disini.” Teriak Pak Hakim.

Ternyata pak Hakim memiliki cara tersendiri untuk membantu Pak Miskin walau dia juga harus menegakkan hukum seadil-adilnya. Masyarakat yang baru menyadari hal tersebut segera berduyun-duyun maju menyumbangkan uang yang mereka punya untuk membantu Pak Miskin. Segera saja terkumpul uang sejumlah kira-kira dua juta rupiah. Kemudian diambillah seratus ribu rupiah oleh Pak Hakim lalu diserahkan uang tersebut kepada Pak Kikir, sedang sisanya diserahkan kepada Pak Miskin.

“Pak Miskin, ini semua harap bapak terima. Kami berharap uang ini bisa bapak pergunakan sebaik-baiknya untuk menghidupi anak istri bapak dirumah. Tolong pergunakan dengan tepat.” Pak Miskin tidak sanggup untuk berbicara lagi, hanya air mata keharuan yang menetes di pipi tuanya.

“Te..ri..ma..ka...sih” sambil terbata-bata dia berkata.

Sejak hari itu uang yang didapat dari masyarakat dan pak Hakim oleh Pak Miskin di pakai untuk modal usaha, karena rajin dan jujur usaha dia pun maju dan perlahan meningkat hingga dia telah memiliki pabrik sendiri.

Bagaimana dengan pak Kikir ?

Karena tabiatnya yang tidak pernah berubah, semenjak kejadian tersebut masyarakat kini enggan belanja di tempat dia karena takut mendapatkan roti yang basi atau busuk. Lama kelamaan Pak Kikir merugi dan akhirnya usahanya bangkrut.. lalu dia dan keluarganya berpindah ke luar kota.

(cerita ini disadur dari sebuah majalah yang tanpa sengaja saya baca di pinggir jalan.)

bagaimana pendapat anda tentang cerita ini ??









Saturday, December 9, 2006

whoaaaaaaaah!

bangun tidur ku terus nge-net ^.^
mojok pula, mumpung ga da user jadi gw rada tenang degh ngenetnya.
badan bau ? aaah.. ada gasby en rexona.. amaann!

pengennya seh buka situs2 thema, cari yg lucu2 buat user sini yg kebanyakan anak SMU/SMP
tp.. enakan browsing bokep degh! hahahaha *kelakuan*

kalo disini di isi gallery kek gituan ? gimana ?

yg cewe bakalan ga mau masuk deh! hahaha.. tp tenang aja

ntar ada sesi khusus buat kaum hawa yang mau liat2.. :P

pizz lg coy..

Friday, December 8, 2006

first sight

Fiuh..>!

jadi juga negh blogg

tadinya gw ga demen2 amat tulis2 ginian, males sumpah!
tp setelah liat2 temen yg dah duluan ngeblogger eh jd kepengen jg...*mupeng*dunk!

gpp lah.. lagian jg bukan hal yang negatif koq bikin gini-an

kaya'nya ne ini dulu deh yg mau gw postingin, kondisi gw gi ngantuk! capek! biz mancing
untuk yg dah tau blog ne.. baca aja, yg ntar mau respon ya makasih buat yg cuman baca doank jg tetep makasih

pizz coy!